Puluhan naskah kuno di situs Kabuyutan Ciburuy di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terancam musnah. Kondisi ini diakibatkan oleh tidak adanya biaya perawatan. “Kondisi naskah cukup mengkhawatirkan,” ujar Kepala Seksi Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Pariwisata Kabupaten Garut, Warjita, di ruang kerjanya siang tadi.
Menurut Warjita, selama ini pemerintah daerah tidak pernah mengalokasikan biaya pemeliharaan naskah. Padahal pihaknya telah berulang kali mengajukan biaya perawatan naskah dalam setiap penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahunnya.
Warjita menyatakan, dalam anggaran tahun 2011, pihaknya telah mengajukan biaya pemeliharaan sebesar Rp150 juta, namun sampai saat ini belum ada kepastian apakah dana tersebut akan disetuji atau tidak. “Anggaran yang diajukan selalu dicoret, itu karena perhatian terhadap sejarah ini sangat kurang,” katanya.
Hingga kini pemeliharaan naskah masih dilakukan dengan cara tradisional. Naskah ini diperkirakan dibuat pada abad ke-16 periode Hindu atau masa Kerajaan Padjadjaran. Teks naskah kuno ditulis pada daun lontar dengan menggunakan bahasa Sunda dan Jawa Kuno dengan cara ditoreh.
Jumlah naskah yang tersimpan di Kabuyutan Ciburuy. Saat ini sebanyak 27 kropak yang tersimpan dalam tiga peti. Setiap kropak jumlahnya bervariasi, antara 15 sampai 30 lempir (lembar). Tiap lempir naskah berukuran 28,5 x 3 sentimeter dengan ukuran ruang tulisan 25,5 x 2,5 sentimeter. Tiap halaman memuat empat baris tulisan.
Dari jumlah tersebut, hanya tinggal 10 kropak yang masih dapat dikatakan utuh. Sedangkan sisanya, tidak lengkap karena sudah terlepas dari masing-masing ikatannya. Ditambah lagi banyak lempiran yang patah dan hancur.
Warjita menambahkan, naskah lontar yang berada di wilayahnya itu perlu dilakukan pengkajian ahli filolog. Soalnya hingga saat ini isi naskah lontar tersebut belum sepenuhnya terungkap. Padahal tidak menutup kemungkinan isi naskah tersebut mengandung unsur kearifan lokal.
Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, Helmi Budiman, membantah bila pihaknya telah mencoret anggaran pemeliharaan naskah lontar. Menurutnya, pemeliharan terhadap benda sejarah dan budaya harus dilakukan dengan baik. “Kami tidak pernah mencoret anggaran tapi hanya mengembalikannya untuk mengefesiensikannya lagi,’ ujarnya.
Meski begitu, dia meminta pemerintah daerah untuk secepatnya membuat aturan tentang benda sejarah dan cagar budaya. Hal itu untuk melindungi keberadaan benda tersebut. “Kalau tidak ada aturan, tidak menutup kemungkinan benda sejarah dan budaya di kita ini bisa hilang,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar